Jumat, 01 Februari 2008

Kepuasan ada di rasa syukur

Yang bisa jadi renungan....
Siang itu tadi temanku tiba-tiba nelpon. Makan siang yuk, ajaknya. Oke,jawabku. So she picked me up at the lobby of Jakarta Stock ExchangeBuilding.Selepas SCBD, kami masih belum ada ide mau makan dimana. Ide ke soto PakSadi segera terpatahkan begitu melihat bahwa yang parkir sudah sampaisebrang-sebrang.Akhirnya kami memutuskan makan gado-gado di Kertanegara. Bisa makan dimobil soalnya sampai di sana masih sepi. Baru ada beberapa mobil. Kamimasih bisa milih parkir yang enak. Mungkin karena masih pada jumatan.Begitu parkir, seperti biasa, joki gado-gado sudah menanyakan mau makanapa, minum apa.Kami pesan dua porsi gado-gado + teh botol. Sambil menunggu pesanan,kami pun ngobrol. So, ketika tiba2 ada seorang pemuda lusuh nongol dijendela mobil kami, kami agak kaget."Semir om?" tanyanya. Aku lirik sepatuku. Ugh, kapan ya terakhir akunyemir sepatuku sendiri? Aku sendiri lupa. Saking lamanya. Maklum, akukan karyawan sok sibuk...Tanpa sadar tangan ku membuka sepatu danmemberikannya pada dia.Dia menerimanya lalu membawanya ke emperan sebuah rumah. Tempat yangterlihat dari tempat kami parkir. Tempat yang cukup teduh. Mungkinsupaya nyemirnya nyaman.Pesanan kami pun datang. Kami makan sambil ngobrol. Sambil memperhatikanpemuda tadi nyemir sepatu ku. Pembicaraan pun bergeser ke pemuda itu.Umur sekitar 20-an. Terlalu tua untuk jadi penyemir sepatu. Biasanyapemuda umur segitu kalo tidak jadi tukang parkir or jadi kernet,ya jadipak ogah.Pandangan matanya kosong. Absent minded. Seperti orang sedih. Sepertiada yang dipikirkan. Tangannya seperti menyemir secara otomatis. Kadang2matanya melayang ke arah mobil-mobil yang hendak parkir (sudah mulairamai).Lalu pandangannya kembali kosong. Perbincangan kami mulai ngelanturkemana-mana. Tentang kira2 umur dia berapa, pagi tadi dia mandi apaenggak, kenapa dia jadi penyemir dll. Kami masih makan saat dia selesaimenyemir.Dia menyerahkan sepatunya pada ku. Belum lagi dia kubayar, dia bergerakmenjauh, menuju mobil-mobil yang parkir sesudah kami.Mata kami lekat padanya. Kami melihatnya mendekati sebuah mobil.Menawarkanjasa. Ditolak. Nyengir. Kelihatannya dia memendam kesedihan. Pergi kemobil satunya. Ditolak lagi. Melangkah lagi dengan gontai ke mobillainnya.Menawarkan lagi. Ditolak lagi. Dan setiap kali dia ditolak, sepertinyakami juga merasakan penolakan itu.Sepertinya sekarang kami jadi ikut menyelami apa yang dia rasakan.Tiba-tibakami tersadar. Konyol ah. Who said life would be fair anyway. Kenapajadi kita yang mengharapkan bahwa semua orang harus menyemir? Hihihi...Perbincangan pun bergeser ke topik lain. Di kejauhan aku masih bisamelihat pemuda tadi, masih menenteng kotak semirnya di satu tangan,mendapatkan penolakan dari satu mobil ke mobil lainnya. Bahkan, selainpenolakan,di beberapa mobil, dia juga mendapat pandangan curiga.Akhirnya dia kembali ke bawah pohon. Duduk di atas kotak semirnya.Tertunduklesu...Kami pun selesai makan. Ah, iya. Penyemir tadi belum aku bayar.Kulambai dia. Kutarik 2 buah lembaran ribuan dari kantong kemejaku. Uangsisa parkir. Lalu kuberikan kepadanya. Soalnya setahu ku jasa nyemirbiasanya 2 ribu rupiahDia berkata kalem "Kebanyakan om. Seribu aja".BOOM. Jawaban itu tiba-tiba serasa petir di hatiku.It-just-does- not-compute- with-my-logic!Bayangkan, orang seperti dia masih berani menolak uang yang bukanhak-nya.Aku masih terbengong-bengong waktu nerima uang seribu rupiah yang diakembalikan. Se-ri-bu Ru-pi-ah. Bisa buat apa sih sekarang? But, diamerasa cukup dibayar segitu. Pikiranku tiba-tiba melayang. Tiba-tiba akumerasa ngeri. Betapa aku masih sedemikian kerdil. Betapa aku masih sukamerasa kurang dengan gaji ku. Padahal keadaanku sudah sangat jauh lebihbaik dari dia.Tuhan sudah sedemikian baik bagiku, tapi perilaku-ku belum seberapadibandingkan dengan pemuda itu, yang dalam kekurangannya, masih maumemberi, ke aku, yang sudah berkelebihan.Siang ini aku merasa mendapat pelajaran berharga.Siang ini aku seperti diingatkan.Bahwa kejujuran itu langka.Bahwa kepuasan itu adanya di rasa syukur.