Jumat, 01 Februari 2008

.." MENGELUH "..

Sebuah kata sederhana yang mungkin jarang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi seringkali kita praktekkan langsung baik secara sadar maupun tidak sadar. Beberapa waktu lalu saya berkumpul dengan teman-teman lama saya. Seperti biasanya kami membicarakan mengenai pekerjaan, pasangan hidup, masa lalu, dan berbagai macam hal lainnya.
Setelah pulang saya baru tersadar, bahwa kami satu sama lain saling berlomba untuk memamerkan keluhan kami masing-masing seolah-olah siapa yang paling banyak mengeluh dialah yang paling hebat. "Bos gue kelewatan masa udah jam 6 gue masih disuruh lembur, sekalian aja suruh gue nginep di kantor!""Kerjaan gue ditambahin melulu tiap hari, padahal itu kan bukan "job-des" gue" "Anak buah gue memang bego, disuruh apa-apa salah melulu".
Kita semua melakukan hal tersebut setiap saat tanpa menyadarinya. Tahukah Anda semakin sering kita mengeluh, maka semakin sering pula kita mengalami hal tersebut. Sebagai contohnya, salah satu teman baik saya selalu mengeluh mengenai pekerjaan dia. Sudah beberapa kali dia pindah kerja dan setiap kali dia bekerja di tempat yang baru, dia selalu mengeluhkan mengenai atasan atau rekan-rekan sekerjanya. Sebelum dia pindah ke pekerjaan berikutnya dia selalu ribut dengan atasan atau rekan sekerjanya. Seperti yang bisa kita lihat bahwa terbentuk suatu pola tertentu yang sudah dapat diprediksi, dia akan selalu pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan berikutnya sampai dia belajar untuk tidak mengeluh.
Mengeluh adalah hal yang sangat mudah dilakukan dan bagi beberapa orang hal ini menjadi suatu kebiasaan dan parahnya lagi mengeluh menjadi suatu kebanggaan. Bila Anda memiliki dua orang teman, yang pertama selalu berpikiran positif dan yang kedua selalu mengeluh, Anda akan lebih senang berhubungan dengan yang mana? Menjadi seorang yang pengeluh mungkin bisa mendapatkan simpati dari teman kita, tetapi tidak akan membuat kita memiliki lebih banyak teman dan tidak akan menyelesaikan masalah kita, bahkan bisa membuat kita kehilangan teman-teman kita.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kita mengeluh? Kita mengeluh karena kita kecewa bahwa realitas yang terjadi tidak sesuai dengan harapan kita. Bagaimana kita mengatasi hal ini. Caranya sebenarnya gampang-gampang susah, kita hanya perlu bersyukur.
Saya percaya bahwa di balik semua hal yang kita keluhkan PASTI ADA hal yang dapat kita syukuri. Sebagai ilustrasi, Anda mengeluh dengan pekerjaan Anda. Tahukah Anda berapa banyak jumlah pengangguran yang ada di Indonesia? Sekarang ini hampir 60% orang pada usia kerja produktif tidak bekerja, jadi bersyukurlah Anda masih memiliki pekerjaan dan penghasilan. Atau Anda mengeluh karena disuruh lembur atau disuruh melakukan kerja ekstra. Tahukah Anda bahwa sebenarnya atasan Anda percaya kepada kemampuan Anda? Kalau Anda tidak mampu tidak mungkin atasan Anda menyuruh Anda lembur atau memberikan pekerjaan tambahan. Bersyukurlah karena Anda telah diberikan kepercayaan oleh atasan Anda, mungkin dengan Anda lebih rajin siapa tahu Anda bisa mendapatkan promosi lebih cepat dari yang Anda harapkan.
Bersyukurlah lebih banyak dan percayalah hidup Anda akan lebih mudah dan keberuntungan senantiasa selalu bersama Anda, karena Anda dapat melihat hal-hal yang selama ini mungkin luput dari pandangan Anda karena Anda terlalu sibuk mengeluh.
Try it now:
1. Bersyukurlah setiap hari setidaknya satu kali sehari. Bersyukurlah atas pekerjaan Anda, kesehatan Anda, keluarga Anda atau apapun yang dapat Anda syukuri. Ambilah waktu selama 10-30 detik saja untuk bersyukur kemudian lanjutkan kembali kegiatan Anda.
2. Jangan mengeluh bila Anda menghadapi kesulitan tetapi lakukanlah hal berikut ini. Tutuplah mata Anda, tarik nafas panjang, tahan sebentar dan kemudian hembuskan pelan-pelan dari mulut Anda, buka mata Anda, tersenyumlah dan pikirkanlah bahwa suatu saat nanti Anda akan bersyukur atas semua yang terjadi pada saat ini.
3. Biasakan diri untuk tidak ikut-ikutan mengeluh bila Anda sedang bersama teman-teman yang sedang mengeluh dan beri tanggapan yang positif atau tidak sama sekali. Selalu berpikir positif dan lihatlah perubahan dalam hidup Anda. "Semakin banyak Anda bersyukur kepada Tuhan atas apa yang Anda miliki, maka semakin banyak hal yang akan Anda miliki untuk disyukuri."

Kepuasan ada di rasa syukur

Yang bisa jadi renungan....
Siang itu tadi temanku tiba-tiba nelpon. Makan siang yuk, ajaknya. Oke,jawabku. So she picked me up at the lobby of Jakarta Stock ExchangeBuilding.Selepas SCBD, kami masih belum ada ide mau makan dimana. Ide ke soto PakSadi segera terpatahkan begitu melihat bahwa yang parkir sudah sampaisebrang-sebrang.Akhirnya kami memutuskan makan gado-gado di Kertanegara. Bisa makan dimobil soalnya sampai di sana masih sepi. Baru ada beberapa mobil. Kamimasih bisa milih parkir yang enak. Mungkin karena masih pada jumatan.Begitu parkir, seperti biasa, joki gado-gado sudah menanyakan mau makanapa, minum apa.Kami pesan dua porsi gado-gado + teh botol. Sambil menunggu pesanan,kami pun ngobrol. So, ketika tiba2 ada seorang pemuda lusuh nongol dijendela mobil kami, kami agak kaget."Semir om?" tanyanya. Aku lirik sepatuku. Ugh, kapan ya terakhir akunyemir sepatuku sendiri? Aku sendiri lupa. Saking lamanya. Maklum, akukan karyawan sok sibuk...Tanpa sadar tangan ku membuka sepatu danmemberikannya pada dia.Dia menerimanya lalu membawanya ke emperan sebuah rumah. Tempat yangterlihat dari tempat kami parkir. Tempat yang cukup teduh. Mungkinsupaya nyemirnya nyaman.Pesanan kami pun datang. Kami makan sambil ngobrol. Sambil memperhatikanpemuda tadi nyemir sepatu ku. Pembicaraan pun bergeser ke pemuda itu.Umur sekitar 20-an. Terlalu tua untuk jadi penyemir sepatu. Biasanyapemuda umur segitu kalo tidak jadi tukang parkir or jadi kernet,ya jadipak ogah.Pandangan matanya kosong. Absent minded. Seperti orang sedih. Sepertiada yang dipikirkan. Tangannya seperti menyemir secara otomatis. Kadang2matanya melayang ke arah mobil-mobil yang hendak parkir (sudah mulairamai).Lalu pandangannya kembali kosong. Perbincangan kami mulai ngelanturkemana-mana. Tentang kira2 umur dia berapa, pagi tadi dia mandi apaenggak, kenapa dia jadi penyemir dll. Kami masih makan saat dia selesaimenyemir.Dia menyerahkan sepatunya pada ku. Belum lagi dia kubayar, dia bergerakmenjauh, menuju mobil-mobil yang parkir sesudah kami.Mata kami lekat padanya. Kami melihatnya mendekati sebuah mobil.Menawarkanjasa. Ditolak. Nyengir. Kelihatannya dia memendam kesedihan. Pergi kemobil satunya. Ditolak lagi. Melangkah lagi dengan gontai ke mobillainnya.Menawarkan lagi. Ditolak lagi. Dan setiap kali dia ditolak, sepertinyakami juga merasakan penolakan itu.Sepertinya sekarang kami jadi ikut menyelami apa yang dia rasakan.Tiba-tibakami tersadar. Konyol ah. Who said life would be fair anyway. Kenapajadi kita yang mengharapkan bahwa semua orang harus menyemir? Hihihi...Perbincangan pun bergeser ke topik lain. Di kejauhan aku masih bisamelihat pemuda tadi, masih menenteng kotak semirnya di satu tangan,mendapatkan penolakan dari satu mobil ke mobil lainnya. Bahkan, selainpenolakan,di beberapa mobil, dia juga mendapat pandangan curiga.Akhirnya dia kembali ke bawah pohon. Duduk di atas kotak semirnya.Tertunduklesu...Kami pun selesai makan. Ah, iya. Penyemir tadi belum aku bayar.Kulambai dia. Kutarik 2 buah lembaran ribuan dari kantong kemejaku. Uangsisa parkir. Lalu kuberikan kepadanya. Soalnya setahu ku jasa nyemirbiasanya 2 ribu rupiahDia berkata kalem "Kebanyakan om. Seribu aja".BOOM. Jawaban itu tiba-tiba serasa petir di hatiku.It-just-does- not-compute- with-my-logic!Bayangkan, orang seperti dia masih berani menolak uang yang bukanhak-nya.Aku masih terbengong-bengong waktu nerima uang seribu rupiah yang diakembalikan. Se-ri-bu Ru-pi-ah. Bisa buat apa sih sekarang? But, diamerasa cukup dibayar segitu. Pikiranku tiba-tiba melayang. Tiba-tiba akumerasa ngeri. Betapa aku masih sedemikian kerdil. Betapa aku masih sukamerasa kurang dengan gaji ku. Padahal keadaanku sudah sangat jauh lebihbaik dari dia.Tuhan sudah sedemikian baik bagiku, tapi perilaku-ku belum seberapadibandingkan dengan pemuda itu, yang dalam kekurangannya, masih maumemberi, ke aku, yang sudah berkelebihan.Siang ini aku merasa mendapat pelajaran berharga.Siang ini aku seperti diingatkan.Bahwa kejujuran itu langka.Bahwa kepuasan itu adanya di rasa syukur.

Tips Memulai Hari dengan Cerah

Hari yang cerah bukan ditandai dengan matahari yang bersinar terang atau udara yang sejuk, melainkan dari hati dan pikiran yang segar. Kecerahan suatu hari dimulai dari diri anda sendiri. Kita tahu bahwa sesuatu yang dimulai dengan baik merupakan separuh dari pencapaian tujuan.
Karena itu, memulai aktivitas hari ini dengan kecerahan suasana adalah modal besar untuk menyelesaikan hari dengan baik pula. Bagaimana memulai hari dengan cerah sangat dipengaruhi oleh pola hidup kita.
Berikut beberapa tips ringan agar kita bisa memulai hari dengan cerah:
1. Mulailah dari malam hariKita tak bisa berharap bangun dengan segar jika di malam harinya tak cukup tidur nyenyak. Hari esok yang cerah dimulai dari malam ini. Bila anda masih mempunyai masalah, yakinlah masih ada waktu esok untuk menyelesaikannya lebih baik lagi. Malam ini, beristirahatlah sebaik-baiknya.
2. Bangun pagi lebih pagiBangunlah lebih pagi daripada terbitnya matahari. Jumpai keheningan dan kesunyian. Pagi buta adalah saat yang tepat untuk menemukan sisi damai dalam diri anda.
3. Damaikan pikiran dan tentramkan jiwaJangan terburu melakukan aktivitas. Resapi saja suasana pagi yang damai ini. Berdoa,sampaikan syukur atas hidup yang masih diberikan pada kita dan bersaat teduh.
4. Segarkan tubuhMinum air. Hirup aroma teh atau kopi yang menyegarkan. Berjalan-jalanlah keluar. Pompa udara banyak-banyak ke dalam paru-paru. Lakukan olahraga ringan, Mandi dengan air segar. Bersihkan tubuh baik-baik. Tetaplah mengingat janji anda tadi pagi untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi semesta hari ini.
5. Dapatkan sarapan secukupnyaIsi perut anda secukupnya. Sarapan yang baik adalah modal untuk kebugaran tubuh anda sepanjang hari. Jangan asal kenyang, namun cukupkan kebutuhan energi dan gizi.
6. Sapalah orang-orang yang anda jumpaiTerbarkan senyum. Tak peduli apakah matahari bersinar cerah atau mendung menggayut, sapalah orang-orang yang anda jumpai. Tanyakan kabar mereka, maka jangan terkejut jika mereka pun akan membalas senyum anda.
7. Jangan mengeluhApa pun yang terjadi, entah itu hari hujan, jalanan macet, kereta datang terlambat, kendaraan mogok, atau apa pun yang terjadi, terimalah semua itu apa adanya.
8. BerdoalahDengan berdoa kita serahkan apa yang terjadi hari ini.. jadi kita siap menerima apapun yang terjadi hari ini. Jadi jadikan hari ini yang cerah...untuk beraktifitas, sekolah, kuliah, bekerja, berbisnis atau apapaun kegiatan anda HAVE A NICE DAY

Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ./2000 tgl. 29 Desember 2000

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI
(Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ./2000 tgl. 29 Desember 2000)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (8) Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 perlu menetapkan Keputusan Dirjen Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi;
Mengingat :
Undang-undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (LN RI Tahun 1983 No. 49, TLN RI No.3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No. 126, TLN RI No. 3984);
Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (LN RI Tahun 1983 No.50, TLN RI No. 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No.127, TLN RI No.3985);
Peraturan Pemerintah No.138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Perluasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (LN RI Tahun 2000 No. 253, TLN RI No. 4055);
Peraturan Pemerintah No. 149 Tahun 2000 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, Dan Tunjangan Hari Tua Atau Jaminan Hari Tua (LN RI Tahun 2000 No. 266, TLN No. 4067);
Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota ABRI, dan Para Pensiunan atas Penghasilan yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah (LN RI Tahun 1994 No. 74, TLN No. 3577);
Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (LN RI Tahun 1993 No. 20, TLN No. 3520);
Keputusan Menteri Keuangan No. 541/KMK.04/2000 tgl. 22 Desember 2000 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak;
Keputusan Menteri Keuanagn No. 611/KMK.04/1994 tgl. 23 Desember 1994 tentang Perlakukan Pajak Penghasilan Bagi Perwakilan Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 314/KMK.04/1998 tgl. 15 Juni 1998;
Keputusan Menteri Keuangan No. 520/KMK.04/1998 tgl.18 Desember 1998 tentang Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;
Keputusan Menteri Keuangan No.521/KMK.04/1998 tgl. 18 Desember 1998 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan:
Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang disingkat PPh Pasal 21 atau PPg Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000
Pejabat Negara adalah:
Presiden dan Wakil Presiden ;
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota;
Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung;
Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung;
Menteri, Menteri Negara, dan Menteri Muda;
Jaksa Agung;
Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi;
Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten;
Walikota dan Wakil Walikota.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8 Tahun 1974;
Pegawai adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah;
Pegawai Tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung;
Pegawai dengan status Wajib Pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium dan/atau imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
Tenaga Lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.
Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tambungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
Penerima Honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukan.
Penerima Upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.
Upah Harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah harian kerja.
Upah Mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan.
Upah Borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu.
Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan produk yang dihasilkan.
Honorarium adalah imbalan atas jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukan.
Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang diberikan melelui suatu perlombaan atau adu ketangkasan.
Magang adalah aktivitas untuk memperoleh pengalaman dan atau keterampilan dan atau keahlian sehubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan.
Bea Siswa adalah pembayaran kepada pegawai tetap, tidak tetap, dan calon pegawai, yang ditugaskan oleh pemberi kerja untuk mengikuti program pendidikan yang ditetapkan oleh pemberi kerja yang terikat dengan kontrak atau perjanjian kerja atau pembayaran yang dilakukan oleh suatu institusi kepada orang pribadi yang tidak mempunyai ikatan kontrak atau perjanjian kerja untuk mengikuti suatu program pendidikan.
Kegiatan adalah keikutsertaan dalam suatu rangkaian tindakan, termasuk mengikuti rapat, sidang,seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, dan olahraga.
Kegiatan multilevel marketing atau direct selling adalah suatu sistem penjualan secara langsung kepada konsumen yang dilakukan secara berantai oleh orang-perorangan sebagai distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling.
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agam untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
BAB II
PEMOTONGAN PAJAK DAN PENERIMA PENGHASILAN
YANG DIPOTONG PAJAK
Pasal 2
(1) Pemotongan Pajak PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26, yang selanjutnya disingkat Pemotong Pajak adalah :
pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua;
perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri;
Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi;
perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;
penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan) yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan sesuatu kegiatan.
(2) Dalam pengertian pemberi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a termasuk juga badan atau organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai Pemotong Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2), Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000
(3) Perusahaan dan badan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf d,e, dan g termasuk Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, perusahaan swasta dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan badan atau organisasi internasional dalam bentuk apapun yang tidak dikecualikan sebagai Pemotong Pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2), Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.17 Tahun 2000
Pasal 3
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 berdasarkan Keputusan ini adalh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal (1) angka 2 s.d angka 10 serta orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan dari Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 4
Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 adalah :
pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tsb serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 611/KMK.04/1994 tgl. 23 Desember 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 314/KMK.04/1998 tgl.15 juni 1998, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
BAB III
PENGHASILAN YANG DIPOTONG PAJAK
Pasal 5
(1) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiunbulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas) premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;
penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan;
uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tuaatau Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenis;
honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri, terdiri dari:
tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7);
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang senetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari,pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
olahragawan;
penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
pengarang, peneliti, dan penerjemah;
pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomonikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
agen iklan
pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan;
pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
peserta perlombaan;
petugas penjaja barang dagangan;
petugas dinas luar asuransi;
peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;
distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dari kegiatan sejenis lainnya.
Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.
(2) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
(3) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah imbalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
Pasal 6
Untuk keperluan penghitungan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26, penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam mata uang asing dihitung berdasarkan nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghsilan tsb atau pada saat dibebankan sebagai biaya.
Pasal 7
Tidak termasuk dalam pengertian yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2);
Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah;
Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja;
Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
BAB IV
PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN
Pasal 8
(1) Besarnya penghasilan neto pegawai tetap ditentukan berdasar penghasilan bruto dikurangi dengan:
biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) sebulan;
Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
(2) Besarnya penghasilan neto penerima pensiun ditentukan berdsar penghasilan bruto yang berupa uang pensiun dikurangi dengan biayapensiun, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto berupa uang pensiun dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) sebulan.
(3) Besarnya Penghasilan Kena Pajak dari seorang pegawai dihitung berdasar penghasilan netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang jumlahnya adalah sbb.:


Setahun
Sebulan
a.
untuk diri pegawai
Rp 2.880.000,00
Rp 240.000,00
b.
tambahan untuk pegawai yang kawin
Rp 1.440.000,00
Rp 120.000,00
c.
tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak (3) tiga orang
Rp 1.440.000,00
Rp 120.000,00
(4) Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) huruf c.
(5) Bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menrima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sejumlah Rp 1.440.000,00 (satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) setahun atau Rp 120.000,00 (seratus dua puluh ribu rupiah) sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) huruf c.
(6) Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwin. Adapun bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwin, besarnya PTKP tsb dihitung berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun takwin ybs.
(7) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap penghasilan-penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e.
(8) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) tidak berlaku terhadap penghasilan Wajib Pajak luar negeri, Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 terhadap Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Pasal 9
(1) Penghasilan bruto yang diterima pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang dan pegawai tidak tetap lainnya berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya tidak lebih dari Rp. 24.000.00 (dua puluh empat ribu rupiah) sehari, tidak dipotong PPh Pasal 21 sepanjang jumlah penghasilan bruto tsb dalam satu bulan takwim tidak melebihi Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) dan tidak dibayarkan secara bulanan.
(2) Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, serta pegawai tidak tetap lainya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp. 24.000,00 (dua puluh empat ribu rupiah) sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp.240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah), maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5 % dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp.24.000,00 tsb.
(3) Dalam hal penghasilan sebagaimana dimasud dalam ayat (1) dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah), maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.
(4) Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan secara bulanan, maka PTKP yang dapat dikurangkan adalah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan.
(5) Atas penghasilan yang dibayarkan kepada pegawai tetap yang dihitung berdasarkan upah harian, dilakukan pengurangan PTKP yang sebenarnya sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (3).
(6) Atas penghasilan berupa bea siswa, dilakukan pengurangan PTKP yang sebenarnya sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (3).
(7) Atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan perkiraan penghasilan neto.
(8) Perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Ayat (7) adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
BAB V
TARIF DAN PENERAPANNYA
Pasal 10
(1) Tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.17 Tahun 2000, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari :
pegawai tetap, termasuk Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI/POLRI, pejabat negara lainnya, pegawai Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, dan anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan;
pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai;
distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
(2) Besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1):
bagi pegawai tetap adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun dan PTKP;
bagi penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dari PTKP;
bagi pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai adalah penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP;
bagi distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya adalah penghasilan bruto setiap bulandikurangi dengan PTKP per bulan.
Pasal 11
Tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.17 Tahun 2000 diterapkan atas penghasilan bruto berupa :
honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan, termasuk yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e angka 2 s.d angka 12;
honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
Jasa produksi, tantiem, grafitasi, bonus yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;
Penarikan dana pada pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan oleh peserta program pensiun.
Pasal 12
Tarip sebesar 15% (lima belas persen) ditetapkan atas perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang kepada tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (8).
Pasal 13
(1) Tarif sebesar 5% (lima persen) diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp. 24.000,00 (dua puluh empat ribu rupiah) sehari, tetapi tidak melebihi Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) dalam satu tahun takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
(2) Untuk mendapatkan jumlah upah harian atau uang saku harian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku ketentuan sbb.:
dalam hal berupa upah mingguan atau uang saku mingguan, adalah jumlah tsb dibagi 6;
dalam hal berupa upah satuan, adalah upah atas banyaknya satuan produk yang dihasilkan dalam satu hari;
dalam hal berupa upah borongan, adalah jumlah upah borongan dibagi dengan banyaknya hari yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan dimaksud.
(3) Apabila menerima penghasilan berupa upah, uang saku, dan komisi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) adalah pegawai tetap, maka atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja yang bersangkutan termasuk upah, uang saku, komisi dikenakan PPh Pasal 21 dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.17 Tahun 2000, atas Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).
Pasal 14
(1) Atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan Tunjangan hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jamianan Sosial Tenaga Kerja, dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sbb.:
penghasilan bruto di atas Rp.25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) s.d Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sebesar 5 % (lima persen);
Penghasilan bruto diatas Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sebesar 10% (sepuluh persen);
Penghasilan bruto diatas Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) s.d Rp.200.000.000,00 (dua ratus rupiah) sebesar 15 % (lima belas persen);
Penghasilan bruto diatas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sebesar 25% (dua puluh lima persen);
(2) Dikecualikan dari pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) atas jumlah penghasilan bruto sebesar Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) atau kurang.
Pasal 15
Tarif sebesar 15% (lima belas persen) dan bersifat final diterapkan atas penghasilan bruto berupa honorariun dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima olah Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II d ke bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu kebawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke bawah.
Pasal 16
(1) Tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dan bersifat final diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dengan memperhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dengan negara domisili Wajib Pajak luar negeri tsb.
(2) PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) tidak bersifat final dalam hal orang pribadi sebagai Wajib Pajak luar negeri tsbberubah stetatus menjadi Wajib Pajak dalam negeri.
Pasal 17
Untuk keperluan penerapan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh.
Pasal 18
PPh Pasal 21 dan Pasal 26, terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
Pasal 19
Cara dan contoh penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONGAN PAJAK
Pasal 20
(1) Setiap Pemotongan Pajak sebagimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
(2) Kewajiban sebagai Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud dalm Ayat (1) berlaku juga terhadap organisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, sesuai Pasal 21 ayat (2) Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.17 Tahun 2000.
(3) Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
Pasal 21
(1) Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan takwim.
(2) Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah, atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Dirjen Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
(3) Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran tsb dalam ayat (2) sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tgl. 20 bulan takwim sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2).
(4) Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 atau Pasal 26, maka kelebihan tsb dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
(5) Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21atau Pasal 26 baik diminta maupun tidak pada saat diberlakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
(6) Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Dirjen Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir.
(7) Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti Pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (6) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
Pasal 22
(1) Dalam waktu 2 (dua) bualn setelah tahun takwim berakhir, Pemotong Pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah tarakhir dengan Undang-undang No.17 Tahun 2000.
(2) Jumlah penghasilan yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) didasarkan pada kewajiban pajak subjektif yang melekat pada pegawai tetap yang bersangkutan dan untuk pegawai tetap yang berkewajiban pajak subjektifnya berawal atau berakhir dalam tahun pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000 penghitungannya sbb.:
dalam hal pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri dan mulai atau berhenti bekerja dalam tahun berjalan, penghitungan PPh Psal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak yang bersangkutan dan tidak disetahunkan;
dalam hal pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan pendatang dari luar negeri, yang mulai bekerja di Indonesia dalam tahun berjalan, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diperoleh dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan yang disetahunkan;
dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum tahun takwim berakhir karena meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama lamanya, maka pada akhir bulan berhentinya pegawai tsb penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan yang disetahunkan.
(3) Apabila jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) lebih besar dari jumlah pajak yang telah dipotong, kekurangannya dipotongkan dari pembayaran gaji pegawai yang bersangkutan untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitungan kembali.
(4) Apabila jumlah pajak terutang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) lebih rendah dari jumlah pajak yang telah dipotong, kelebihannya diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan kembali.
Pasal 23
(1) Setiap Pemotong Pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
(2) Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tgl. 31 Maret tahun takwim berikutnya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) berlaku juga bagi Pemotong Pajak yang tahun pajak atau tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim.
(4) Pemotong Pajak dapat mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2)
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4) diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tgl. 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Dirjen Pajak disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara PPh pasal 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan.
(6) Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus dilampiri dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan.
(7) Apabila terdapat pegawai berkebangsaan asing, maka SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang bersangkutan harus dilampiri fotokopi surat izin bekerja yang dikeluarkan oleh Dep. Tenaga Kerja dan Trnsmigrasi atau instansi yang berwenang.
(8) Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang dalam satu tahun takwim lebih besar dari PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang telah disetor, kekurangannya harus disetor sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tgl. 25 Maret tahun takwim berikutnya.
(9) Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang dalam satu tahun takwim lebih kecil dari PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang telah disetor, kelebihan tsb diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
(10) Dalam hal Pemotong Pajak adalah badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21 harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
(11) Dalam hal SPT Tahunan PPh Pasal 21 ditandatangani dan diisi oleh orang lain selain yang dimaksud dalam Ayat (1), harus dilampiri dengan Surat Kuasa khusus.
BAB VII
HAK DAN KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN
YANG DIPOTONG PAJAK
Pasal 24
(1) Pada saat seseorang muali bekerja atau mulai pensiun, untuk mendapatkan pengurangan PTKP, penerima penghasilan harus menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subjek Pajak dalam negeri.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) juga harus dilaksanakan dalam hal ada perubahan jumlah tanggungan keluarga menurut keadaan pada permulaan tahun takwim.
Pasal 25
Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.
Pasal 26
Penerima penghasilan berkewajiban untuk menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada:
Pemotong pajak kantor cabang baru dalam hal yang bersangkutan dipindahtugaskan;
Pemotong pajak tempat kerja yang baru dalam hal yang bersangkutan pindah kerja;
Pemotong pajak dana pensiun dalam hal yang bersangkutan mulai menerima pensiun dalam tahun berjalan.
BAB VIII
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 27
Pemotong pajak dan penerima penghasilan dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak dan permohonan banding kepada badan peradilan pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2000.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
(1) Dengan diterbitkannya Keputusan Dirjen Pajak ini, maka Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-281/PJ./1998 tgl. 28 Desember 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-235/PJ./1999 tgl. 17 September 1999 dan ketentuan-ketentuan lainnya yang bertentangan dengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2) Keputusan ini dapat disebut "Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26".
(3) Keputusan ini mulai berlaku pada tgl. 1 Januari 2001.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Desember 2000
DIREKTUR JENDERAL
ttd
MACHFUD SIDIK
NIP.060043114
Tembusan :
Menteri Keuangan RI;
Inspektur Jenderal Dep. Keuangan;
Dirjen Anggaran;
Kepala Biro Hukum dan Humas Dep. Keuangan;
Sekretaris Ditjen Pajak, para Direktur, dan para Kepala Pusat di lingkungan Kantor Pusat Ditjen Pajak;
Para Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak;
Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
Para kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak;
Para Kepala Kantor Penyuluhan Pajak;

Tata Cara Pembayaran Dan Pelaporan PPN/PPnBM


Siapa saja yang wajib membayar/menyetor & melaporkan PPN/PPnBM ?
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pemungut PPN/PPn BM, adalah :
KPKN
Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Pertamina
BUMN/ BUMD
Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya
Bank Pemerintah
Bank Pembangunan Daerah
Perusahaan Operator Telepon Selular.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja yang wajib disetor oleh PKP dan pemungut PPN & PPnBM ?
Oleh PKP adalah :
PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
PPn BM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
Oleh Pemungut PPN/PPn BM adalah PPN/PPn BM yang dipungut oleh Pemungut PPN/ PPn BM
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Dimana tempat pembayaran/penyetoran pajak ?
Kantor Pos dan Giro
Bank Pemerintah, kecuali BTN
Bank Pembangunan Daerah
Bank Devisa
Bank-bank lain penerima setoran pajak
Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Kapan saat pembayaran/penyetoran PPN/PPnBM ?
PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak.
Contoh : Masa Pajak Januari 1996, penyetoran paling lambat tanggal 15 Pebruari 1996.
PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
PPN/ PPn BM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.
PPN/PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh:
a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN/ PPn BM atas Impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.
PPN dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
Catatan:
Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran harus dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Kapan saat pelaporan PPN/PPnBM ?
PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh :
Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Catatan :
Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran pajak?
Untuk membayar/menyetor PPN dan PPn BM digunakan formulir Surat Setoran Pajak yang tersedia gratis di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Penyuluhan Pajak di seluruh Indonesia.
Surat Setoran Pajak menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang disetorkan telah diberi teraan oleh : Bank, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.
Tarif Pajak Dan Cara Menghitung PPN/PPnBM

Berapa tarif PPN/PPnBM ?
Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
Tarif PPn BM adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggi-tingginya 50% (lima puluh persen). Perbedaan kelompok tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah yang atas penyerahan/impor BKP-nya dikenakan PPn BM.
Tarif PPN/ PPn BM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja yang termasuk DPP ?
Harga jual/ penggantian Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual/ pembeli jasa karena penyerahan BKP/ Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN/ PPn BM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
Nilai Impor Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN/ PPn BM.
Nilai Ekspor Adalah nilai berupa uang, termasuk semau biaya yang diminta oleh Eksportir.
Nilai lain Adalah nilai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Nilai lain tersebut diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 :
Untuk pemakaian sendiri/ pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian, tidak termasuk laba kotor
Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
Untuk persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/ parawisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Untuk PKP Pedagang Eceran (PE) :
PPN yang terutang adalah sebesar 10% (sepuluh persen) x harga jual BKP.
PPN yang harus dibayar adalah sebesar : 10%x20%x jumlah seluruh barang dagangan.
Jasa anjak piutang adalah 5% dari seluruh jumlah imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana cara menghitung PPN ?
PPN yang terutang = tarif x DPP
PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.
Contoh :
PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B"100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A" 10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00
PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :
Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00
Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri,
DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp 500.000,00
PPN yang terutang :
Atas penjualan 80 pasang sepatu 10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
Atas pemakai sendiri 10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00
Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00
PKP Pedagang Eceran (PE) "C" menjual
BKP seharga = Rp.10.000.000,00
Bukan BKP = Rp. 5.000.000,00
Rp.15.000.000,00
PPN yang terutang 10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
PPN yang harus disetor 10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00
PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10 buah mesin cuci kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.
PPN yang terutang 10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
PPn BM yang terutang 20% x Rp. 30.000.000,000 = Rp 6.000.000,00
PPN dan PPn BM yang terutang PKP "D" = Rp. 9.000.000,00
PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga Rp.40.000.000,00
PPN yang terutang 10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00
Catatan : PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan PPn BM dikenakan hanya sekali.
Apa yang dimaksud dengan faktur pajak ?
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) atau oleh Ditjen Bea dan Cukai karena impor BKP.
Ada berapa jenis Faktur Pajak menurut UU PPN ?
Terdapat 3 (tiga) jenis Faktur Pajak menurut UU PPN, yaitu:
FP Standar, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar;
FP Gabungan dan;
FP Sederhana.
Apa yang dimaksud dengan faktur pajak standard, bagaimana bentuk dan ketentuan apa saja yang berkaitan dengannya ?
Adalah Faktur Pajak yang dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Kep. Dirjen. Pajak No. Kep-53/PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994, yang wajib dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP pada atau setelah tanggal 1 Januari 1995.
Bentuk Faktur Pajak Standar dibuat dengan ukuran kuarto yang isinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku (SK. Dirjen Pajak No. Kep-53/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994).
Faktur Pajak Standar harus dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap dua yaitu :
Lembar ke-1 : Untuk pembeli BKP atau penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan.
Lembar ke-2 : Untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai bukti Pajak Keluaran.
Dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dari rangkap dua, maka peruntukan lembar ketiga dan seterusnya harus dinyatakan secara jelas dalam Faktur Pajak yang bersangkutan; misalnya :
Lembar ke-3 : Untuk KPP dalam hal penyerahan BKP atau JKP dilakukan kepada Pemungut PPN.
Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi Faktur Pajak Standar?
Faktur Pajak Standar harus memenuhi syarat formal maupun material. Yang dimaksud dengan syarat formal adalah bahwa Faktur Pajak Standar paling sedikit harus memuat keterangan:
Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan atau pembelian BKP atau JKP;
Jenis Barang atau Jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
PPN yang dipungut;
PPnBM? yang dipungut;
Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan FP; dan
Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak.
Adapun yang dimaksud dengan syarat material adalah bahwa barang yang diserahkan benar, baik secara nilai maupun jumlah. Demikian juga pengusaha yang melakukan dan yang menerima penyerahan BKP tersebut sesuai dengan keterangan yang tercantum pada Faktur Pajak.
Apa yang dimaksud dengan faktur pajak gabungan, bagaimana bentuk dan ketentuan apa saja yang berkaitan dengannya ?
Adalah Faktur Pajak Standar yang cara penggunaannya diperkenankan kepada PKP atas beberapa kali penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau penerima jasa yang sama yang dilakukan dalam satu Masa Pajak, dan harus dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan BKP/ JKP.
Dalam hal terdapat pembayaran sebelum penyerahan BKP/ JKP atau terdapat pembayaran sebelum Faktur Pajak Gabungan tersebut dibuat, maka untuk pembayaran tersebut dibuat Faktur Pajak tersendiri pada saat diterima pembayaran.
Tanggal penyerahan/ pembayaran pada Faktur Pajak diisi dengan tanggal awal penyerahan BKP/ JKP sampai dengan tanggal terakhir dari Masa Pajak yang dibuatkan Faktur Pajak Gabungan, dengan melampirkan daftar tanggal penyerahan dari masing-masing Faktur Penjualan.
Apa yang dimaksud dengan faktur pajak sederhana, bagaimana bentuk dan ketentuan apa saja yang berkaitan dengannya ?
Faktur Pajak Sederhana adalah dokumen yang disamakan fungsinya dengan Faktur Pajak, yang diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap atau penyerahan BKP/JKP secara langsung kepada konsumen akhir.
Pembeli BKP/penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap, misalnya: pembeli yang tidak diketahui NPWP-nya atau tidak diketahui nama dan atau alamat lengkapnya.
Faktur Pajak Sederhana sekurang-kurangnya harus memuat :
Nama, alamat usaha, NPWP serta nomor dan tanggal pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP.
Macam, jenis dan kuantum dari BKP atau JKP.
Jumlah harga jual atau peggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah.
Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.
Bentuk Faktur Pajak Sederhana dapat berupa bon kontan, Faktur Penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, yang dipakai sebagai tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP oleh PKP yang bersangkutan.
Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana.
Faktur Pajak Sederhana dibuat sekurang-kurangnya rangkap dua :
Lembar ke-1 : Untuk pembeli BKP/ penerima JKP
Lembar ke-2 : Untuk arsip PKP yang bersangkutan.
Faktur Pajak Sederhana dianggap telah dibuat rangkap dua atau lebih,dalam hal Faktur Pajak Sederhana tersebut dibuat dalam satu lembar yang terdiri dari dua atau lebih bagian atau potongan yang disediakan untuk disobek atau dipotong, seperti yang terjadi pada karcis.
Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh pembeli BKP atau penerima JKP sebagai dasar untuk pengkreditan Pajak Masukan.
Dokumen-dokumen apa yang dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar ?
Dokumen-dokumen tertentu dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar sepanjang dokumen tersebut memuat sekurang-kurangnya :
Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen;
Nama, alamat, NPWP penerima dokumen;
Jumlah satuan;
Dasar Pengenaan Pajak;
Jumlah pajak terutang.
Dokumen-dokumen tersebut adalah :
PIB yang dilampiri SSP dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk impor BKP;
PEB yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/ dikeluarkan oleh BULOG/ DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;
Faktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM;
Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;
Ticket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
SSP untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean;
Nota Penjualan Jasa yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhan;
Tanda pembayaran atau kuitansi listrik.
Bagaimana proses pengadaan dan atau penerbitan faktur pajak ?
Faktur Pajak Standar
Pengadaan Faktur Pajak Standar dilakukan oleh PKP dan dapat dibuat dengan menggunakan komputer sepanjang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Kep. Dirjen. Pajak No. Kep-53/PJ./1994 tanggal 29 Desember 1994.
Sebelum PKP mencetak Faktur Pajak Standar, diharuskan melaporkan nomor seri Faktur Pajak Standar yang akan diterbitkan kepada Kepala KPP tempat PKP dikukuhkan.
Apabila diinginkan, PKP dapat menyesuaikan ukuran kolom-kolom Faktur Pajak, namun tidak diperkenankan menambah atau mengurangi kolom yang sudah ada.
Tidak diperkenankan menghilangkan kolom PPn BM, meskipun PKP tidak terutang PPn BM.
Identitas PKP yang menerbitkan Faktur Pajak dan nomor seri Faktur Pajak dapat dicetak.
Pada ruangan-ruangan yang masih kosong dalam formulir Faktur Pajak atau di halaman sebaliknya dapat diisi dengan logo, nomor ijin usaha, nomor telepon, nomor faktur penjualan, dan tanggal jatuh tempo pembayaran, sepanjang penempatannya tidak mengubah bentuk dan ukuran Faktur Pajak.
Faktur Pajak Sederhana
Faktur Pajak Sederhana hanya dapat diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau JKP yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap atau penyerahan BKP/ JKP secara langsung kepada konsumen akhir.
Kapan saat pembuatan faktur pajak ?
Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya :
Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/ atau JKP.
Pada saat pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN.
Faktur Pajak Gabungan harus dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/ atau JKP.
Faktur Pajak Sederhana
Harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP
Pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan/ atau JKP.
Bagaimana tata cara penggantian/pembetulan faktur pajak standard ?
1. Penggantian Faktur Pajak Standar yang hilang
PKP pembeli mengajukan permohonan tertulis kepada PKP penjual dengan tindasan kepada Kepala KPP tempat PKP pembeli dan PKP penjual dikukuhkan sebagai PKP.
Berdasarkan permohonan tertulis dari PKP pembeli, PKP penjual membuat copy dari arsip Faktur Pajak Standar yang disimpan untuk dilegalisir oleh KPP tempat PKP penjual dikukuhkan. Copy dibuat rangkap 2 (dua) yaitu :
Lembar ke-1 : Diserahkan ke PKP pembeli melalui PKP penjual, sebagai pengganti Faktur Pajak yang hilang.
Lembar ke-2 : arsip
Legalisir diberikan oleh KPP tempat PKP penjual dikukuhkan setelah meneliti SPT Masa PPN dari PKP penjual tersebut.
KPP tempat PKP pembeli dikukuhkan, wajib melakukan penelitian atas SPT Masa PPN dari PKP pembeli, apakah Faktur Pajak yang dilaporkan hilang tersebut telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan atau belum.
2. Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak atau cacat atau salah dalam pengisian/ penulisan.
Dapat diganti dengan cara PKP penjual membuat Faktur Pajak Standar sebagai pengganti.
Tidak diperkenankan dengan cara menghapus atau mencoret atau dengan cara lain.
Penerbitan Faktur Pajak Pengganti dilaksanakan seperti halnya Faktur Pajak Standar biasa.
Faktur Pajak Standar pengganti diisi berdasarkan keterangan yang seharusnya dan dilampiri dengan Faktur Pajak Standar yang rusak atau cacat atau salah dalam penulisan/pengisian tersebut.
Faktur Pajak Standar pengganti dibubuhi cap yang mencantumkan nomor seri, kode dan tanggal Faktur Pajak Standar yang diganti tersebut.
Faktur Pajak Standar pengganti dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak Standar yang diganti.
Penerbitan Faktur Pajak Standar pengganti mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan SPT Masa PPN pada Masa Pajak terjadinya kesalahan pembuatan Faktur Pajak Standar tersebut.
Adakah ketentuan khusus yang mengatur mengenai faktur pajak ?
Atas penyerahan BKP/ JKP tertentu yang PPN-nya ditanggung pemerintah (Keppres. No.18 tahun 1986yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keppres No.4 Tahun 1996), kecuali Perusahaan Air Bersih, tetap harus dibuat Faktur Pajak sedikit-dikitnya dalam rangkap 3 (tiga).
Atas penyerahan JKP oleh kontraktor kepada Perum Perumnas atau developer rumah murah atau rumah sangat sederhana atau bangunan dalam rangka proyek transmigrasi swakarsa industri, harus dibuat Faktur Pajak sedikit-dikitnya dalam rangkap 4 (empat).
Atas penyerahan buku-buku pelajaran umum, Kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama (Keppres. No.2 tahun 1990), dibuat Faktur Pajak sedikit-dikitnya dalam rangkap 4 (empat).
Apabila Faktur Pajak yang dibuat/ diterbitkan tidak tepat waktu, apakah masih merupakan Faktur Pajak dan apakah sanksinya?
Faktur Pajak yang diterbitkan sebelum melewati 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya batas waktu penerbitan Faktur Pajak (KepDirjen? Nomor-KEP-549/PJ./2000), dianggap sebagai Faktur Pajak Standar.
Faktur Pajak yang diterbitkan setelah melewati batas waktu tersebut di atas tidak dapat dianggap sebagai Faktur Pajak Standar. Dengan demikian, bagi PKP yang menerima Faktur Pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan PPN yang dibayarnya sebagai Pajak Masukan
PKP yang menerbitkan Faktur Pajak terlambat dikenakan sanksi 2% dari DPP.
Apakah yang dimaksud dengan Nota Retur?
Nota Retur adalah Nota yang dibuat oleh penerima BKP karena adanya pengembalian atas BKP yang telah dibeli/ diterimanya. Dengan adanya Nota Retur tersebut maka PKP penjual dapat mengurangkan PPN dan PPn? BM (PK) atas penyerahan BKP yang dikembalikan, sedangkan bagi PKP pembeli harus mengurangkan PPN dan PPnBM? (PM) yang telah dikreditkan atau biaya, dan harta. Nota Retur diterbitkan dan dilaporkan baik oleh PKP penjual maupun PKP pembeli pada Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut.
Nota Retur sekurang-kurangnya hrs mencantumkan:
Nomor urut;
Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
Nama, alamat, dan NPWP yang menerbitkan Faktur Pajak;
Jenis barang dan harga jual BKP yang dikembalikan;
PPN atas BKP yang dikembalikan;
PPnBM? atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;
Tanggal pembuatan Nota Retur;
Tanda tangan pembeli.
Dalam hal Nota Retur tidak selengkapnya mencantumkan keterangan-keterangan di atas maka tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur, sehingga tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak Masukan atau biaya, dan harta bagi pembeli.
Dalam hal pengembalian BKP terjadi masih dalam Masa Pajak yang sama dengan terjadinya penyerahan BKP tersebut, tidak perlu dibuatkan Nota Retur, melainkan dapat dilakukan dengan pembatalan atau perbaikan Faktur Pajak atas penyerahan BKP tersebut.

BKP Yang Dikembalikan

Dalam hal terjadi pengembalian BKP, tindakan apa yang harus dilakukan oleh pembeli ?
Membuat dan menyampaikan Nota Retur kepada PKP penjual.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Sekurang-kurangnya informasi (informasi minimal) apa saja yang harus dicantumkan dalam nota retur ?
Nomor urut;
Nomor dan tanggal Faktur Pajak dari BKP yang dikembalikan;
Nama, alamat, dan NPWP pembeli;
Nama, alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan PKP yang menerbitkan Faktur Pajak;
Macam, jenis, kuantum, dan harga jual BKP yang dikembalikan;
PPN atas BKP yang dikembalikan;
PPn BM atas BKP yang tergolong mewah yang dikembalikan;
Tanggal pembuatan Nota Retur;
Tanda tangan pembeli.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Jika nota retur tidak mencantumkan informasi minimal yang disyaratkan, akibat hukum apa yang akan terjadi ?
Tidak dapat diperlakukan sebagai Nota Retur sehingga tidak dapat mengurangi Pajak Keluaran bagi penjual atau Pajak Masukan, atau harta, atau biaya bagi pembeli.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Berapa banyak/rangkap nota retur yang harus dibuat ?
Nota Retur dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua) :
lembar ke-1 : untuk PKP penjual
lembar ke-2 : untuk arsip pembeli
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Kapan nota retur harus dibuat dan bagaimana bentuk serta ukurannya ?
Nota Retur harus dibuat dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP. Bentuk dan ukuran Nota Retur pada butir 2 dapat disesuaikan dengan kebutuhan administrasi pembeli.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana pelaporan nota retur dalam SPT Masa PPN ?
Nota Retur yang dibuat/ diterima harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN, agar dapat mengurangi PPN/ PPn BM yang telah dilaporkan sebelumnya.
Pengurangan PPN dan PPN BM oleh PKP penjual dilakukan dalam Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dibuatnya Nota Retur.
Dalam hal Nota Retur belum dapat diperhitungkan dalam Masa Pajak yang sama dibuatnya Nota Retur, maka Nota Retur dapat diperhitungkan dalam Masa Pajak diterimanya Nota Retur tersebut.
Pengurangan PPN dan PPnBM, harta, atau pengurangan biaya oleh pembeli dilakukan dalam Masa Pajak dibuatnya Nota Retur.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana mekanisme pengembalian BKP yang tidak dibuatkan nota retur ?
BKP yang dikembalikan diganti dengan BKP yang sama, baik dalam jumlah fisik, jenis maupun harganya, oleh PKP yang menghasilkan dan menyerahkan BKP tersebut.
Atas pengembalian BKP yang terjadi masih dalam Masa Pajak yang sama dengan terjadinya penyerahan BKP tersebut, tidak harus ditatausahakan sebagai pengembalian BKP, melainkan dapat ditatausahakan sebagai pembatalan dan/atau perbaikan atas penyerahan berikut Faktur Pajak yang bersangkutan untuk memudahkan pengawasan.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa fungsi nota retur bagi pembeli dan penjual yang melakukan penyerahan BKP yang terutang PPN ?
Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dikembalikan oleh pembeli mengurangi :
Pajak Keluaran bagi Pengusaha Kena Pajak penjual, sepanjang Faktur Pajak ( Faktur Pajak Standar atau Faktur Pajak Sederhana ) atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, sepanjang Pajak Masukannya dapat dikreditkan dan telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Harta atau biaya bagi Pengusaha Kena Pajak pembeli, dalam hal Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan dan telah dikapitalisasi atau telah dibebankan sebagai biaya.
Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa fungsi nota retur bagi pembeli yang melakukan penyerahan BKP yang terutang PPnBM ?
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikembalikan oleh pembeli mengurangi :
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan menyerahkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah, sepanjang Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut telah tercantum dalam Faktur Pajak Standar dan telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Harta atau biaya bagi Pengusaha Kena Pajak yang bertindak sebagai pembeli.
Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak.
Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Apa saja nilai lain yang ditetapkan secara umum sebagai DPP ?
Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma adalah harga jual atau penggantian tidak termasuk laba kotor. Pajak Masukan yang telah dibayar dapat dikreditkan.
Persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar. Pajak Masukannya yang telah dibayar dapat dikreditkan.
Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar. Pajak Masukan yang telah dibayar dapat dikreditkan.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja nilai lain yang ditetapkan secara khusus untuk BKP tertentu ?
Untuk kaset isi jenis A/kaset rekaman dalam negeri :
Kaset lagu untuk seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia dan masternya dibuat di dalam negeri;
Kaset lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia dan maternya dibuat didalam segeri;
Kaset rekaman cerita, lawak, wayang dan rekaman lainnya dalam bahasa Indonesia/daerah dan masternya dibuat di dalam negeri;
Kaset suara burung dan suara hewan lainnya yang masternya dibuat di dalam negeri; ditetapkan sebesar Rp 4.000,00.
Untuk kaset isi jenis B/kaset rekaman asing :
Kaset lagu yang salah satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing;
Kaset lagu yang masternya dibuat di luar negeri ;
Kaset lagu instrumentalia yang salah satu atau lebih penciptanya warga negara asing ;
Kaset pelajaran bahasa asing ; ditetapkan sebesar Rp 8.000,00.
Untuk compact disc jenis CDI/compact disc rekaman dalam negeri :
compact disc lagu yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia , dan stempel/ masternya dibuat di dalam negeri;
compact disc lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia , dan stempel/ masternya dibuat di dalam negeri; ditetapkan sebesar Rp l0.000,00.
Untuk compact disc jenis CD2/compact disc rekaman asing:
Compact disc lagu yang salah satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing ;
Compact disc lagu yang stempel/masternya dibuat di luar negeri ;
compact disc lagu instrumentalia yang salah satu atau lebih penciptanya warga negara asing;
compact disc pelajaran bahasa asing ; ditetapkan sebesar Rp l5.000,00.
Untuk laser disc jenis LDK yaitu semua jenis laser disc yang berisi lagu beserta tayangan gambar (LD Karaoke), ditetapkan Rp 75.000,00.
Film impor :
DPP untuk film yang diimpor untuk pertama kali adalah taksiran harga rata-rata per judul film yaitu untuk :
film-film Amerika/Eropa ditetapkan sebesar Rp 87.000.000,00;
film Mandarin Rp 54.375.000,00 dan
film Asia non Mandarin Rp 40.600.000,00
DPP untuk impor yang kedua kalinya dan seterusnya yang dilakukan tanpa harus meminta ijin baru dari Pemerintah adalah biaya-biaya yang jumlahnya ditetapkan sementara Rp 3.000.000,00 per copy film.
Sedangkan untuk yang memerlukan ijin baru Pemerintah, DPP adalah sama dengan butir (7a) di atas.
Jasa biro perjalanan / pariwisata dan jasa pengiriman paket adalah l0% dari jumlah yang seharusnya ditagih. Pajak Masukan yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan.
Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah service charge, provisi dan diskon. Pajak Masukan yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan.
Pedagang Eceran memungut l0% dari harga jual BKP, tetapi yang disetor adalah 2% dari jumlah seluruh penyerahan barang dagangan. Pajak Masukan yang telah dibayar tidak dapat dikreditkan.
Pesawat telepon selular yang dibawa sendiri oleh pelanggan tanpa disertai Faktur Pajak adalah Rp 4.000.000,00. Besarnya PPN yang harus dipungut atas ponsel yang akan diaktifkan adalah sebagai berikut :
Dalam hal ponsel tersebut mereknya terdaftar dan operator adalah juga ATPM/dealer dari ponsel tersebut, maka besarnya PPN yang harus dipungut = l0% x harga ponsel ditambah biaya pengaktifan.
Dalam hal ponsel tersebut mereknya terdaftar dan operatornya bukan dealer dari ATPM dan ponsel tersebut didukung dengan Faktur Pajak dari ATPM/ dealer, maka besarnya PPN yang harus dipungut = l0% x biaya pengaktifan saja.
Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer dari ATPM dan ponsel tersebut tidak didukung Faktur Pajak, maka besarnya PPN yang harus dipungut = l0% x (4.000.000,00 ditambah biaya pengaktifan).
Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer dari ATPM dan ponsel tersebut didukung Faktur Pajak yang bukan dari ATPM/ dealer, maka besarnya PPN yang harus dipungut = l0% x (Rp 4.000.000,00 dikurangi DPP yang ada dalam Faktur Pajak , ditambah biaya pengaktifan).
Dalam hal ponsel tersebut mereknya tidak terdaftar dan ponsel tersebut didukung Faktur Pajak , besarnya PPN yang harus dipungut = l0% x Rp 4.000.000,00 /dikurangi DPP yang ada dalam Faktur Pajak tersebut, ditambah biaya pengaktifan).
Dalam hal ponsel tersebut mereknya tidak terdaftar dan ponsel tersebut tidak didukung Faktur Pajak , besarnya PPN yang harus dipungut = l0% x (Rp 4.000.000,00 ditambah biaya pengaktifan).
Tarip efektif hasil tembakau / rokok adalah 8,2% dari harga pita cukai.

Jasa Persewaan Ruangan


Apa yang dimaksud dengan jasa persewaan ruangan pengusaha jasa persewaan ruangan ?
Jasa persewaan ruangan/ jasa persewaan barang tak bergerak merupakan Jasa Kena Pajak (JKP) karena jasa tersebut tidak termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga atas penyerahan jasa persewaan ruangan/ persewaan barang tak bergerak dikenakan PPN.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Dalam hal bagaimana pengusaha jasa persewaan ruangan harus dikukuhkan sebagai PKP ?
Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dengan nilai peredaran bruto melebihi Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) harus mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan menjadi PKP.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja kewajiban PKP persewaan ruangan ?
Kewajiban bagi pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP adalah :
Mempunyai Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NP PKP);
Memungut pajak yang terutang dengan menggunakan Faktur Pajak;
Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
Melaporkan penghitungan pajak melalui SPT Masa PPN;
Menyelenggarakan pembukuan/ catatan.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja yang termasuk jasa persewaan ruangan ?
Yang termasuk Jasa Persewaan Ruangan antara lain :
Jasa persewaan ruangan untuk perkantoran.
Jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha/ pertokoan.
Jasa persewaan ruangan apartemen, flat, tempat tinggal, kecuali persewaan kamar di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel untuk tamu bermalam.
Jasa persewaan ruang pertemuan (convention hall), kecuali persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
Lain-lain sejenisnya.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa yang dimaksud dengan sewa, apa DPP-nya, berapa tarif dan penghitungan PPN-nya ?
Sewa, yaitu balas jasa atas sewa ruangan dalam keadaan kosong yang dapat ditagih dimuka (pada awal penghunian) atau dibelakang, sesuai dengan kontrak (perjanjian).
DPP atas Jasa Persewaan Ruangan adalah Nilai Penggantian berupa sewa, yaitu nilai berupa uang yang diminta atau seharusnya diminta termasuk semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyerahan JKP tersebut.
Tarif dan penghitungan PPN-nya :
Tarif PPN = 10 %
PPN yang terutang = Tarif PPN x DPP
= 10 % x DPP
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa yang dimaksud dengan service charge, apa DPP-nya, berapa tarif dan penghitungan PPN-nya ?
Service charge, yaitu balas jasa yang menyebabkan ruangan yang disewa tersebut dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh penyewa.
Service charge dapat terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan dan biaya administrasi.
Bagi penyewa yang menggunakan alat pengukur tersendiri (meteran listrik, meteran air, penghitung pulsa), maka penggantian atas biaya listrik, air PAM, dan telpon, tidak dikenakan PPN sepanjang pengusaha yang menyewakan ruangan tidak menambahkan "mark up" ataupun biaya administrasi dan sejenisnya.
Apabila Pengusaha menambahkan "mark up" maka atas penambahan tersebut tetap dikenakan PPN.
Dalam hal penggunaan ruangan, listrik, lift, dan sebagainya melebihi kontrak sehingga dibebankan biaya tambahan (additional charges/ overtime charges), maka atas pembebanan tersebut tetap terutang PPN. DPP atas service charge adalah = 40 % x jumlah service charge
Tarif dan Penghitungan PPN-nya :
Tarif PPN = 10 %
PPN yang terutang = Tarif x DPP = 10 % x 40 % x jumlah service charge
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana mekanisme pengkreditan pajak masukan untuk jasa penyewaan ruangan ?
Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan :
Bagi PKP yang menyewakan
PKP yang menyewakan ruangan tetap berhak atas pengkreditan PPN (Pajak Masukan) atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung yang disewakan.
Bagi yang menyewa :
Apabila penyewa adalah PKP maka PPN yang dibayar atas sewa ruangan merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar.
Apabila ruangan mempunyai fungsi ganda yaitu tempat usaha dan untuk tempat tinggal, maka hanya sebagian pajak masukan yang dapat dikreditkan yang besarnya sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha tersebut. Misalnya bangunan tiga lantai : Lantai satu untuk toko, selebihnya untuk tempat tinggal, maka PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan Luas Bangunan yang digunakan sebagai tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah Pajak Masukan yang diperoleh dari persewaan.
Apa yang dimaksud dengan jasa persewaan ruangan pengusaha jasa persewaan ruangan ?
Jasa persewaan ruangan/ jasa persewaan barang tak bergerak merupakan Jasa Kena Pajak (JKP) karena jasa tersebut tidak termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga atas penyerahan jasa persewaan ruangan/ persewaan barang tak bergerak dikenakan PPN.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Dalam hal bagaimana pengusaha jasa persewaan ruangan harus dikukuhkan sebagai PKP ?
Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dengan nilai peredaran bruto melebihi Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) harus mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan menjadi PKP.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja kewajiban PKP persewaan ruangan ?
Kewajiban bagi pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP adalah :
Mempunyai Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NP PKP);
Memungut pajak yang terutang dengan menggunakan Faktur Pajak;
Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
Melaporkan penghitungan pajak melalui SPT Masa PPN;
Menyelenggarakan pembukuan/ catatan.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja yang termasuk jasa persewaan ruangan ?
Yang termasuk Jasa Persewaan Ruangan antara lain :
Jasa persewaan ruangan untuk perkantoran.
Jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha/ pertokoan.
Jasa persewaan ruangan apartemen, flat, tempat tinggal, kecuali persewaan kamar di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel untuk tamu bermalam.
Jasa persewaan ruang pertemuan (convention hall), kecuali persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
Lain-lain sejenisnya.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa yang dimaksud dengan sewa, apa DPP-nya, berapa tarif dan penghitungan PPN-nya ?
Sewa, yaitu balas jasa atas sewa ruangan dalam keadaan kosong yang dapat ditagih dimuka (pada awal penghunian) atau dibelakang, sesuai dengan kontrak (perjanjian).
DPP atas Jasa Persewaan Ruangan adalah Nilai Penggantian berupa sewa, yaitu nilai berupa uang yang diminta atau seharusnya diminta termasuk semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyerahan JKP tersebut.
Tarif dan penghitungan PPN-nya :
Tarif PPN = 10 %
PPN yang terutang = Tarif PPN x DPP
= 10 % x DPP
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa yang dimaksud dengan service charge, apa DPP-nya, berapa tarif dan penghitungan PPN-nya ?
Service charge, yaitu balas jasa yang menyebabkan ruangan yang disewa tersebut dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh penyewa.
Service charge dapat terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan dan biaya administrasi.
Bagi penyewa yang menggunakan alat pengukur tersendiri (meteran listrik, meteran air, penghitung pulsa), maka penggantian atas biaya listrik, air PAM, dan telpon, tidak dikenakan PPN sepanjang pengusaha yang menyewakan ruangan tidak menambahkan "mark up" ataupun biaya administrasi dan sejenisnya.
Apabila Pengusaha menambahkan "mark up" maka atas penambahan tersebut tetap dikenakan PPN.
Dalam hal penggunaan ruangan, listrik, lift, dan sebagainya melebihi kontrak sehingga dibebankan biaya tambahan (additional charges/ overtime charges), maka atas pembebanan tersebut tetap terutang PPN. DPP atas service charge adalah = 40 % x jumlah service charge
Tarif dan Penghitungan PPN-nya :
Tarif PPN = 10 %
PPN yang terutang = Tarif x DPP = 10 % x 40 % x jumlah service charge
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana mekanisme pengkreditan pajak masukan untuk jasa penyewaan ruangan ?
Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan :
Bagi PKP yang menyewakan
PKP yang menyewakan ruangan tetap berhak atas pengkreditan PPN (Pajak Masukan) atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung yang disewakan.
Bagi yang menyewa :
Apabila penyewa adalah PKP maka PPN yang dibayar atas sewa ruangan merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar.
Apabila ruangan mempunyai fungsi ganda yaitu tempat usaha dan untuk tempat tinggal, maka hanya sebagian pajak masukan yang dapat dikreditkan yang besarnya sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha tersebut. Misalnya bangunan tiga lantai : Lantai satu untuk toko, selebihnya untuk tempat tinggal, maka PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan Luas Bangunan yang digunakan sebagai tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah Pajak Masukan yang diperoleh dari persewaan.

Jasa Persewaan Ruangan


Apa yang dimaksud dengan jasa persewaan ruangan pengusaha jasa persewaan ruangan ?
Jasa persewaan ruangan/ jasa persewaan barang tak bergerak merupakan Jasa Kena Pajak (JKP) karena jasa tersebut tidak termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga atas penyerahan jasa persewaan ruangan/ persewaan barang tak bergerak dikenakan PPN.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Dalam hal bagaimana pengusaha jasa persewaan ruangan harus dikukuhkan sebagai PKP ?
Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dengan nilai peredaran bruto melebihi Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) harus mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan menjadi PKP.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja kewajiban PKP persewaan ruangan ?
Kewajiban bagi pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP adalah :
Mempunyai Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NP PKP);
Memungut pajak yang terutang dengan menggunakan Faktur Pajak;
Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
Melaporkan penghitungan pajak melalui SPT Masa PPN;
Menyelenggarakan pembukuan/ catatan.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja yang termasuk jasa persewaan ruangan ?
Yang termasuk Jasa Persewaan Ruangan antara lain :
Jasa persewaan ruangan untuk perkantoran.
Jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha/ pertokoan.
Jasa persewaan ruangan apartemen, flat, tempat tinggal, kecuali persewaan kamar di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel untuk tamu bermalam.
Jasa persewaan ruang pertemuan (convention hall), kecuali persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
Lain-lain sejenisnya.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa yang dimaksud dengan sewa, apa DPP-nya, berapa tarif dan penghitungan PPN-nya ?
Sewa, yaitu balas jasa atas sewa ruangan dalam keadaan kosong yang dapat ditagih dimuka (pada awal penghunian) atau dibelakang, sesuai dengan kontrak (perjanjian).
DPP atas Jasa Persewaan Ruangan adalah Nilai Penggantian berupa sewa, yaitu nilai berupa uang yang diminta atau seharusnya diminta termasuk semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyerahan JKP tersebut.
Tarif dan penghitungan PPN-nya :
Tarif PPN = 10 %
PPN yang terutang = Tarif PPN x DPP
= 10 % x DPP
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa yang dimaksud dengan service charge, apa DPP-nya, berapa tarif dan penghitungan PPN-nya ?
Service charge, yaitu balas jasa yang menyebabkan ruangan yang disewa tersebut dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh penyewa.
Service charge dapat terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan dan biaya administrasi.
Bagi penyewa yang menggunakan alat pengukur tersendiri (meteran listrik, meteran air, penghitung pulsa), maka penggantian atas biaya listrik, air PAM, dan telpon, tidak dikenakan PPN sepanjang pengusaha yang menyewakan ruangan tidak menambahkan "mark up" ataupun biaya administrasi dan sejenisnya.
Apabila Pengusaha menambahkan "mark up" maka atas penambahan tersebut tetap dikenakan PPN.
Dalam hal penggunaan ruangan, listrik, lift, dan sebagainya melebihi kontrak sehingga dibebankan biaya tambahan (additional charges/ overtime charges), maka atas pembebanan tersebut tetap terutang PPN. DPP atas service charge adalah = 40 % x jumlah service charge
Tarif dan Penghitungan PPN-nya :
Tarif PPN = 10 %
PPN yang terutang = Tarif x DPP = 10 % x 40 % x jumlah service charge
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana mekanisme pengkreditan pajak masukan untuk jasa penyewaan ruangan ?
Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan :
Bagi PKP yang menyewakan
PKP yang menyewakan ruangan tetap berhak atas pengkreditan PPN (Pajak Masukan) atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung yang disewakan.
Bagi yang menyewa :
Apabila penyewa adalah PKP maka PPN yang dibayar atas sewa ruangan merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar.
Apabila ruangan mempunyai fungsi ganda yaitu tempat usaha dan untuk tempat tinggal, maka hanya sebagian pajak masukan yang dapat dikreditkan yang besarnya sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha tersebut. Misalnya bangunan tiga lantai : Lantai satu untuk toko, selebihnya untuk tempat tinggal, maka PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan Luas Bangunan yang digunakan sebagai tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah Pajak Masukan yang diperoleh dari persewaan.
Apa yang dimaksud dengan jasa persewaan ruangan pengusaha jasa persewaan ruangan ?
Jasa persewaan ruangan/ jasa persewaan barang tak bergerak merupakan Jasa Kena Pajak (JKP) karena jasa tersebut tidak termasuk dalam jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga atas penyerahan jasa persewaan ruangan/ persewaan barang tak bergerak dikenakan PPN.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Dalam hal bagaimana pengusaha jasa persewaan ruangan harus dikukuhkan sebagai PKP ?
Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) dengan nilai peredaran bruto melebihi Rp 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) harus mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan menjadi PKP.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja kewajiban PKP persewaan ruangan ?
Kewajiban bagi pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi PKP adalah :
Mempunyai Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NP PKP);
Memungut pajak yang terutang dengan menggunakan Faktur Pajak;
Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, serta menyetorkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
Melaporkan penghitungan pajak melalui SPT Masa PPN;
Menyelenggarakan pembukuan/ catatan.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa saja yang termasuk jasa persewaan ruangan ?
Yang termasuk Jasa Persewaan Ruangan antara lain :
Jasa persewaan ruangan untuk perkantoran.
Jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha/ pertokoan.
Jasa persewaan ruangan apartemen, flat, tempat tinggal, kecuali persewaan kamar di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel untuk tamu bermalam.
Jasa persewaan ruang pertemuan (convention hall), kecuali persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
Lain-lain sejenisnya.
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa yang dimaksud dengan sewa, apa DPP-nya, berapa tarif dan penghitungan PPN-nya ?
Sewa, yaitu balas jasa atas sewa ruangan dalam keadaan kosong yang dapat ditagih dimuka (pada awal penghunian) atau dibelakang, sesuai dengan kontrak (perjanjian).
DPP atas Jasa Persewaan Ruangan adalah Nilai Penggantian berupa sewa, yaitu nilai berupa uang yang diminta atau seharusnya diminta termasuk semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyerahan JKP tersebut.
Tarif dan penghitungan PPN-nya :
Tarif PPN = 10 %
PPN yang terutang = Tarif PPN x DPP
= 10 % x DPP
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Apa yang dimaksud dengan service charge, apa DPP-nya, berapa tarif dan penghitungan PPN-nya ?
Service charge, yaitu balas jasa yang menyebabkan ruangan yang disewa tersebut dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh penyewa.
Service charge dapat terdiri dari biaya listrik, air, keamanan, kebersihan dan biaya administrasi.
Bagi penyewa yang menggunakan alat pengukur tersendiri (meteran listrik, meteran air, penghitung pulsa), maka penggantian atas biaya listrik, air PAM, dan telpon, tidak dikenakan PPN sepanjang pengusaha yang menyewakan ruangan tidak menambahkan "mark up" ataupun biaya administrasi dan sejenisnya.
Apabila Pengusaha menambahkan "mark up" maka atas penambahan tersebut tetap dikenakan PPN.
Dalam hal penggunaan ruangan, listrik, lift, dan sebagainya melebihi kontrak sehingga dibebankan biaya tambahan (additional charges/ overtime charges), maka atas pembebanan tersebut tetap terutang PPN. DPP atas service charge adalah = 40 % x jumlah service charge
Tarif dan Penghitungan PPN-nya :
Tarif PPN = 10 %
PPN yang terutang = Tarif x DPP = 10 % x 40 % x jumlah service charge
[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana mekanisme pengkreditan pajak masukan untuk jasa penyewaan ruangan ?
Mekanisme pengkreditan Pajak Masukan :
Bagi PKP yang menyewakan
PKP yang menyewakan ruangan tetap berhak atas pengkreditan PPN (Pajak Masukan) atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung yang disewakan.
Bagi yang menyewa :
Apabila penyewa adalah PKP maka PPN yang dibayar atas sewa ruangan merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar.
Apabila ruangan mempunyai fungsi ganda yaitu tempat usaha dan untuk tempat tinggal, maka hanya sebagian pajak masukan yang dapat dikreditkan yang besarnya sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha tersebut. Misalnya bangunan tiga lantai : Lantai satu untuk toko, selebihnya untuk tempat tinggal, maka PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan Luas Bangunan yang digunakan sebagai tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah Pajak Masukan yang diperoleh dari persewaan.